Jumat, 20 Februari 2009

Hillary: Relasi RI-AS Diperluas

Jakarta, Kompas - Ke depan, relasi RI-AS akan diperluas hingga ke
segala lapisan, terutama ke lapisan tingkat bawah. Pertemuan dan
relasi tidak akan lagi sebatas di tingkat elite, seperti tingkat
pemimpin dan menteri. Hal ini menjadi program Pemerintah AS dalam
berhubungan dengan Indonesia.

Demikian dikatakan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton di Jakarta,
Kamis (19/2), dalam wawancara dengan wartawan Indonesia di kediaman
Duta Besar AS untuk Indonesia Cameron Hume.

Hillary mengatakan hal itu menjawab persepsi bahwa setelah sekian lama
memiliki hubungan baik dengan Indonesia, AS terpaku pada hubungan di
tingkat elite. Hubungan ini tidak banyak bermanfaat bagi rakyat dari
akar rumput, juga tak memberi banyak manfaat soal pemberantasan
korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan lainnya.

"Saya kira ini adalah satu hal yang penting," kata Hillary yang
mengatakan siap menerima masukan-masukan. "Ke depan akan lebih banyak
kontak yang tidak lagi sebatas di tataran elite, sebagaimana Anda
utarakan,†kata Hillary yang akan melanjutkan kunjungan ke Korea
Selatan, kemudian ke China.

"Terus terang, inilah yang akan ditawarkan Pemerintah AS di bawah
pemerintahan Presiden Obama bersama saya dalam konteks relasi
internasional. Asia dan Asia Tenggara itu penting. Kita tidak hanya
akan terpaku pada hubungan dengan China yang pengaruhnya membesar,"
kata Hillary seraya menambahkan, perluasan hubungan RI-AS sudah dia
bahas juga dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

AS tidak lagi mempertahankan hubungan yang fokus di satu arah, yakni
trans-Atlantik (AS-Eropa). "Dalam rangka ini, dengan Indonesia akan
banyak program pertukaran, termasuk pertukaran mahasiswa dan kerja
sama universitas," kata Hillary.

Akan ada banyak lagi kerja sama di bidang lain yang bertujuan
mendorong pembangunan di segala bidang di Indonesia. Pembangunan dan
perkembangan Indonesia tidak saja penting dalam hubungan kedua negara.

Kemajuan Indonesia sebagai salah satu negara Muslim yang begitu
terbuka, di sisi lain akan bisa dijadikan sebagai model bagi negara
lain. "Walau demokrasi di Indonesia masih tergolong baru, sudah banyak
pencapaian yang didapat," kata Hillary.

"Di sini, kesempatan bagi wanita, misalnya, begitu terbuka di segala
bidang. Ini sebuah pencapaian yang bagus, sementara di negara lain
kemajuan yang didapat belum seperti Indonesia," kata Hillary yang
senang melihat bahwa dalam setiap pertemuannya, ia selalu melihat
keberadaan tokoh-tokoh wanita.

Hillary juga menjawab pertanyaan, bagaimana politisi AS yang pernah
bersaing, bahkan bertarung keras, di saat pemilu, kemudian malah bisa
bekerja sama, bukan terus bertikai. "Kami memiliki demokrasi yang
lebih maju. Dengan demokrasi seperti itu, kami menyadari, setelah
pertarungan usai, kita harus melangkah maju, termasuk bekerja sama
dengan para pesaing," kata Hillary.

Kemitraan komprehensif

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengatakan pentingnya kemitraan
komprehensif antara Indonesia dan AS. Presiden juga meminta AS lebih
mendorong penyelesaian konflik antara Palestina dan Israel.

Pesan itu disampaikan Presiden Yudhoyono ketika menerima Menlu AS
Hillary Clinton di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis.

"Presiden Yudhoyono menyebutkan, pertemuan dengan Hillary Clinton
sebagai pertemuan yang wonderful dan produktif," ujar Juru Bicara
Kepresidenan Dino Patti Djalal seusai pertemuan Presiden dan Hillary.

Gagasan kemitraan ini digulirkan Presiden Yudhoyono pada kunjungannya
ke AS, November 2008. "Setelah itu konsep ini menggelinding. Sudah ada
pembahasan di tingkat departemen dan ada semacam makalah yang
disampaikan kedua belah pihak. Isinya mencoba merinci apa saja elemen
dari kemitraan komprehensif ini," ujar Dino.

Dino menegaskan, kemitraan yang akan dibangun tak hanya akan berkaitan
dengan satu dimensi kerja sama, tetapi juga mencakup berbagai aspek,
seperti ekonomi, pendidikan, teknologi, dan kesehatan.

Palestina merdeka

Sejumlah isu regional dan internasional juga dibahas Presiden
Yudhoyono dengan Hillary. Presiden, antara lain, menekankan perlunya
mempercepat upaya untuk mewujudkan negara Palestina yang merdeka dan
berdaulat.

"Posisi Indonesia mendukung solusi dua negara, Palestina dan Israel,
dapat hidup berdampingan dalam kondisi damai. Target berdirinya negara
Palestina merdeka ini tahun lalu, tetapi, karena berbagai hal, tidak
tercapai. Presiden tentu kecewa. AS perlu memberi perhatian besar
terhadap upaya penyelesaian konflik ini," ujar Dino.

Presiden Yudhoyono menyebutkan, saat ini terbuka momentum untuk
menghidupkan kembali perundingan Palestina-Israel. Momentum
perundingan, antara lain, muncul dengan adanya pemilihan umum yang
akan digelar di Israel, pemerintahan baru di AS, serta gencatan
senjata di Gaza meski gencatan ini masih rapuh.

Menurut Dino, Hillary menekankan bahwa Pemerintah AS saat ini merasa
perlu mendengarkan lebih banyak masukan dari dunia internasional. "Hal
ini tecermin sekali dalam pembicaraan Hillary dengan Presiden
Yudhoyono," ujarnya.

Dalam pertemuan dengan Hillary, Presiden Yudhoyono kembali mengundang
Presiden AS Barack Obama untuk berkunjung ke Indonesia. (mon/nel/DAY)

Kliping : kompas.com

Kamis, 19 Februari 2009

Megawati "Ikat" Caleg PDI-P dengan Kontrak Politik

JAKARTA, KAMIS - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri
mendeklarasikan kontrak politik yang mengikat para caleg PDI
Perjuangan. Kontrak politik, yang dinamakannya "Kontrak Politik untuk
Perubahan itu", dideklarasikan hari Kamis (19/2), di Mega Institute,
Jakarta Pusat.

Dalam kontrak politik itu, Mega mengatakan, mengklausulkan larangan
untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilu legislatif, jika target
perubahan gagal dicapai.

"Jika target perubahan gagal dicapai, sesuai kontrak politik, anggota
PDI Perjuangan yang terpilih sebagai anggota DPR 2009-2014 dilarang
mencalonkan diri kembali pada pemilu legislatif DPR 2014," demikian
Megawati membacakan kontrak politiknya.

Selanjutnya, Sekjen PDI Perjuangan Pramono Anung membacakan tiga isu
perubahan yang dijanjikan, yaitu sembako murah, menciptakan jutaan
lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. "Semua calon
legislatif dari Aceh sampai Papua diminta menaati kontrak politik
ini," kata Anung.

Saat ditanya mengapa sanksi larangan harus menunggu lima tahun ke
depan, Mega mengatakan, kinerja kader PDI Perjuangan di DPR dipantau
sesuai dengan aturan partai. Sebab, dalam kontrak politik tak
disebutkan rentang waktu untuk mengukur kegagalan.

Perwakilan caleg DPR PDI Perjuangan akan menandatangani kontrak
politik, disaksikan Megawati.

Inggried Dwi Wedhaswary

Kliping : kompas.com

Rabu, 18 Februari 2009

Hillary dan Hubungan RI-AS

Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton hari Rabu (18/2) ini
dijadwalkan tiba di Jakarta untuk lawatan singkat hingga Kamis esok.

Meski singkat, kita yakin ada banyak makna dari lawatan ini. Bahkan
lebih dari sekadar makna, lawatan Menlu AS ini kiranya juga
mendatangkan manfaat bagi kedua negara.

Pertama-tama harus kita katakan, tamu kita kali ini adalah sosok yang
istimewa. Selain dikenal sebagai sosok cerdas, Hillary adalah mantan
Ibu Negara AS, dan tahun silam adalah salah satu calon presiden
tangguh yang, kalau saja tidak muncul fenomena Barack Obama, boleh
jadi juga bisa menjadi Presiden AS.

Sebagai menlu, Hillary jelas merupakan salah satu pilar utama dalam
pemerintahan Obama, yang "oleh berbagai kalangan di duniaâ" diharapkan
bisa membawa perbaikan. Oleh Presiden Obama diyakini ia mendapat tugas
untuk tidak saja memperbaiki citra AS yang selama beberapa tahun
terakhir terpuruk, tetapi juga untuk meningkatkan hubungan AS dengan
banyak negara di dunia.

Pilihan untuk melawat ke Asia lebih dulu, dan bukannya Eropa,
menyiratkan adanya pergeseran prioritas di pemerintahan AS. Tidak
sedikit kalangan yang ingin melihat, pemerintahan Obama juga tidak
lagi terpaku pada perang melawan terorisme.

Dimasukkannya Indonesia dalam lawatan pertama, selain ke Jepang, Korea
Selatan, dan China, ini diyakini terkait dengan keinginan AS untuk
meningkatkan hubungan dengan negara-negara Muslim. Indonesia sebagai
negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia jelas diakui potensinya
oleh AS. Terpulang kepada Indonesia sendiri, seberapa besar antusiasme
kita untuk ambil peranan sebagai komunikator antara AS dan
negara-negara Islam.

Ketika hingga sekarang persoalan Palestina belum terselesaikan,
peluang Indonesia untuk berkontribusi bagi upaya penyelesaian konflik
ini terbuka lebar. Namun jelas, semua upaya diplomasi hanya akan
berpeluang efektif kalau kita terbuka dan berkolaborasi dengan AS.

Pada sisi lain, kita juga melihat, AS punya kepentingan sendiri untuk
menguatkan kembali pengaruh dan peranannya di kawasan ini. Tentu ini
terkait dengan semakin kuatnya pengaruh China dalam beberapa tahun
terakhir. Hillary tentu akan mendapatkan penjelasan soal China ke
depan saat berada di Beijing nanti.

Menjadi keinginan kita, harapan yang tumbuh seiring dengan naiknya
pemerintahan Obama bisa berbuah dalam wujud terciptanya saling
pengertian baru antara AS dan bangsa-bangsa Asia, termasuk Indonesia.
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia, AS masih bisa
berperan banyak untuk membantu mengurai kekusutan ekonomi yang kini
merebak di dunia.

Lawatan Hillary kita harapkan juga membuka peluang bagi Indonesia
untuk memberikan kontribusi di panggung internasional dan mendapatkan
mitra berpengaruh untuk membantu meredam krisis ekonomi saat ini.

Kliping : tajuk kompas.com

Q & A dan Kemiskinan

by Fauzan S.

Seseorang berkata kepada juru cerita itu, "Ceritakanlah padaku
tentang kemiskinan...."
Lalu sang juru cerita berkisah tentang kuis Who Wants To Be A
Millionaire.

Ungkapan "pengalaman adalah guru yang paling berharga" nyata betul
dalam novel Q & A karangan Vikas Swarup. Ram Mohammad Thomas adalah
nama yang ganjil karena campuran nama dari tiga agama: Hindu, Islam
dan
Kristen. Hidupnya memang penuh warna dan liku-liku. Sejak bayi sudah
yatim piatu dan hidup di sebuah panti karena ibu yang tak pernah
dikenalnya meninggalkannya di pintu sebuah gereja. Lalu hidupnya pun
mengalami banyak pengalaman berharga sejak dia diasuh oleh seorang
Pastur bernama Romo Timothy, lalu hidup bersama seorang sahabat dekat,
Salim, dari satu lingkungan kumuh ke lingkungan kumuh lainnya.
Membunuh
perampok di kereta ekspres, jatuh cinta kepada pelacur, bekerja
sebagai
bartender, menggagalkan sebuah perampokan di rumah majikannya, tinggal
dengan seorang bintang film yang pamornya sudah pudar, bekerja sebagai
pramu-wisata di Taj Mahal.

Pengalaman-pengalaman sepanjang sembilan belas tahun itulah yang
memungkinkan Ram Mohammad Thomas, yang di film Slumdog Billionaire
bernama Jamal Malik, menjawab 12 bahkan 13 pertanyaan yang diajukan
dalam sebuah kuis yang mirip kuis Who Wants to be a Millionaire dan
memenangkan satu miliar Rupee. Namun pihak penyelengara kuis W3B (Who
Will Win a Billion) tidak senang atas kemenangan Ram, mereka memaksa
Ram menandatangani pernyataan bahwa dirinya berlaku curang dalam kuis
itu. Di tengah penyiksaan agar Ram mengaku, muncullah bidadari
penyelamat, seorang pengacara perempuan yang mencoba mendampingi kasus
Ram.

Lantas pengacara tersebut meminta Ram menceritakan segala hal tentang
kasus tersebut. Apakah Ram memang menyewa seseorang yag memberinya
kode
untuk jawaban-jawaban tersebut? Apakah Ram menjawab sekenanya dan
hanya
beruntung saja? Ternyata Ram menjawab bahwa dia memang beruntung.
Namun
bukan beruntung karena menjawab sekenanya, melainkan beruntung bahwa
pertanyaan yang diajukan itu semuanya dia ketahui jawabannya. Dan
jawaban-jawaban pertanyaan itu didapat melalui serangkaian pengalaman
yang telah dia lewati sepanjang sebelas tahun hidupnya. Pertanyaan
tentang pemukul kritet yang berhasil memukul sekian pukulan bisa
dijawab karena sobatnya pernah tinggal bersama pembunuh bayaran yang
gila olahraga kriket. Jawaban tentang penemu pistol diperoleh saat dia
terpaksa membunuh seorang perampok yang telah menggasak duitnya
sebanyak 50 ribu Ruppe. Pertanyaan tentang sejarah Taj Mahal juga dia
tahu karena pernah menjadi pramu wisata selama dua tahun . Pertanyaan
tentang aktris yang pernah memenangi pernghargaan juga dengan mudah
dia
jawab lantaran Ram pernah menjadi pembantu aktris tersebut.

Seluruh lembar hidup yang dia lewati dari lingkungan kumuh ke
lingkungan kumuh lainnya, dengan berbagai pekerjaan kelas rendah ke
pekerjaan keals rendah lainnya membuahkan sebuah pengalaman yang kaya
warna. Dalam novel tersebut Ram pun berkata, "Bagi orang sepertiku,
otak tak dibutuhkan. Hanya tangan dan kaki yang diperlukan untuk
memperoleh sejumlah hal". Vikas memaparkan sebuah gambaran kemiskinan
di salah satu sudut India, mulai dari Mumbai, Agra, Delhi dan kota
lain. Yang ternyata tidak begitu berbeda jauh dengan Indonesia dan
Jakarta. Di kisah itu ada juga potongan cerita tentang seorang mafia
anak-anak jalanan yang membuat sejumlah anak menjadi cacat agar bisa
menjadi pengemis yang menghasilkan banyak uang. Seorang anak yang
memiliki suara merdu dibuat buta lalu dilepas di gerbong-gerbong
kereta
untuk menangguk belas kasihan orang-orang.

Kuis semacam Who Wants To Be a Millionaire memang membuat air liur
siapa saja menetes karena gambaran uang yang begitu besar menumbuhkan
berbagai impian. Terlebih rakyat miskin yang bahkan memegang uang
seratus ribu rupiah saja belum pernah. Wajah kemiskinan yang
disandingkan dengan tayangan kuis yang nilai hadiahnya berjuta-juta
itu
tergolong ironis. Vikas dan sutradara Danny Boyle kemudian mengemas
kondisi ironis itu dengan pas. Lewat novel Q & A kita diperhadapkan
pada sebuah gambaran kemiskinan yang cukup detail lengkap dengan darah
dan air mata. Sedangkan dalam Slumdog Billionaire, kita disuguhkan
kisah
cinta yang harus terkatung-katung sekian lama lantaran kemiskinan
memisahkan dua hati yang terpaut itu yang akhirnya disatukan kembali
melalui kuis Who Wants to be A Millionaire yang di India disebut Kaun
Banega Crorepati.

Tentu saja tidak akan pernah ada kuis Who Wants To Be a Slumdog.
Siapa Ingin Menjadi Miskin.

Selasa, 17 Februari 2009

Gubernur Boleh Langsung!

Oleh Adhie M Massardi

BELOK kiri boleh langsung! Ini bunyi rambu lalu lintas yang dipasang
di banyak perempatan di seluruh Indonesia di zaman Orba. Ahli bahasa
Indonesia Yus Badudu (almarhum) yang dikenal kritis, karena sering
juga mengeritik cara berbahasa para pejabat negara, termasuk Presiden
Soeharto yang hobi mengubah akhiran "kan" menjadi "ken", kemudian
meluruskan kalimat di rambu lalu lintas itu.
Kata Yus Badudu, sekitar 20 tahun lalu, kalimat yang benar dan efektif
untuk rambu itu adalah: "Belok kiri langsung". Bila pembenarannya
"yang belok kiri boleh langsung", menjadi terlalu bertele-tele.
Padahal agar mudah dipahami, rambu harus sederhana. Koreksian ini
kemudian memang menjadi acuan instansi pembuat rambu lalu-lintas,
DLLAJR
Tapi pasti bukan gara-gara petunjuk "jalan ke kiri lebih cepat" karena
tidak dihambat, bila di zaman 'kegelapan" itu, anak-anak muda di
kampus-kampus,seperti Budiman Sudjatmiko dkk, memilih "jalan kiri".
Juga bukan ekses rambu itu bila sekarang banyak orang mau serba
langsung. Langsung kaya, langsung presiden, langsung gubernur,
langsung bupati, langsung wali kota, langsung anggota DPR, langsung…!
Baru ketika "jalan gubernur" mandeg di Jawa Timur hingga
berbulan-bulan dan menghabiskan uang jajan begitu besar, kita
terperanjat. Cuma bagi Mendagri Mardiyanto yang di masa lalu pernah
menjadi anggota ABRI – kekuatan utama penopang rezim Orba – cara
memecahkan kebuntuan itu mudah saja. Bikin rambu baru: Gubernur tidak
langsung. Seperti di masa kegelapan demokrasi itu!
Maksudnya, untuk gubernur mending ditunjuk presiden saja. Murah
meriah. Tidak ruwet. Gubernur kan kepanjangan tangan pemerintah,
begitu alasannya. Lho, memangnya bupati, walikota, camat, kepala desa,
bukan kepanjangan tangan pemerintah? Kalau bukan kepanjangan tangan
pemerintah, lalu kepanjangan tangan siapa?
Padahal kita tahu, yang bikin jalan menuju bupati macet, jalan ke wali
kota crowded, jalan masuk legislatif stagnan, bukan gara-gara rambunya
yang salah. Tapi akibat jalannya berlubang-lubang, becek, banyak
preman pengutip uang semaunya. Tidak sedikit juga bergajulan yang
menebar "ranjau paku" hingga bikin ban kempes sehingga dia harus
berhenti di tengah jalan.
Makanya, kata para sopir taksi yang pernah saya ajak ngobrol, kalau
jalannya diperbaiki, rambu-rambunya dikontrol dengan benar oleh
petugas yang andal dan kredibel, dan hanya yang punya SIM (surat ijin
menjadi) legislatif, bupati, wali kota, gubernur, presiden, yang boleh
lewat situ, niscaya semua akan lancar dan bermanfaat karena memang
bermartabat.
Jadi bukan menutup jalan itu, lalu memerintahkan kita untuk balik
arah, kembali ke zaman kegelapan!
Demokrasi memang butuh proses. Dan kita tidak boleh meningalkan
demokrasi hanya karena prosesnya yang menyakitkan. Bukankah kita
sekarang bisa berjalan, bisa berlari, karena ketika balita dulu, saat
belajar berjalan, juga jatuh bangun dengan lutut berdarah-darah?
Bayangkan bila orangtua kita dulu menyetop proses berjalan kita hanya
karena anak kesayangannya tidak ingin terluka?
Saya sepakat dengan karib saya Wimar Witoelar. Demokrasi itu ibarat
mesin pompa air. Pada mulanya, yang keluar memang lumpur, lalu air
campur lumpur. Setelah itu baru air jernih. Di tempat-tempat tertentu,
ada yang airnya bisa langsung diminum karena mengandung mineral.
Benar, dalam menempuh jalan demokrasi, kita memang terlalu
tergesa-gesa. Bayangkan, hanya dengan modal pengalaman "milih langsung
pemimpin tingkat kelurahan", kita pakai untuk memilih presiden
langsung. Setelah itu baru milih langsung bupati, wali kota, gubernur.
Jadi jangan kaget bila semua yang terpilih sekarang ini masih
berlumuran lumpur. Munculnya "kuala lumpur" di Sidoarjo, bisa jadi,
untuk menandai semua itu.

Kliping : Forum Pembaca Kompas

Ponari, dukun (?) di era fesbuk

By Budi Dharma

Selama sepekan
belakangan ini, wajah utama program berita tv tak lain soal gambar
kerumunan
orang yang tengah antre di sebuah desa. Bukan soal BLT, kelangkaan
minyak
tanah, apalagi nyari gas elpiji. Rata2 mereka yang antre tuch
terkesima dengan
rumor kehebatan Ponari, si dukun cilik yang justru tenar gara2
diliput terus
media massa. Dukun ? Bukankah itu profesi yang sering dikonotasikan
dengan
musyrik ? Tapi tampaknya suara pemuka agama kalah bunyi dalam
menyikapi
keirasionalitasan masyarakat saat ini. Bagaimana mungkin hanya
sekedar air yang
dicelupkan dengan perantaraan batu bisa diklaim menyembuhkan banyak
penyakit ?

Di tengah
keramaian tersebut secara tak langsung sebenarnya menampar muka
pemerintah
dalam hal pelayanan kesehatan bagi rakyat. Bukannya petugas puskesmas
atau
pejabat kelurahan membuka pos pendaftaran kartu askeskin, eh malah
aparat
keamanan yang didatangkan. Lha gimana sich, orang pengen sembuh, tapi
yang
disodorkan malah petugas hukum. Nggak nyambung.

Jangan percaya
mistik, begitu kata MetroTV. Tokh pekerjaan sebagai paranormal dengan
leluasanya beriklan di media massa, bahkan beberapa diantaranya
menjadi
"selebritis infotainment". Beberapa tempat "alam gaib"
seperti di Gunung Kawi
bukannya ditutup dengan alasan musyrik tadi, eh malah dibiarkan
dengan alasan
sebagai lumbung pendapatan asli daerah.

Wah, seandainya
serial "The X-files" masih ada, mungkin kisah Ponari ini bisa
jadi bahan cerita
yang bagus. Benarkah karena kesamber petir bisa menghasilkan efek
mujizat yang
tak terjelaskan dunia medis ? Terus sugesti apa yang menyebabkan
orang2 jadi
kalap dengan mengambil tanah maupun air di sekitar rumah Ponari yang
gubuk itu
? Btw, selama ini kok orang yang mengaku sembuh karena praktek
"pengobatan"
seperti itu tidak ada yang bersaksi di depan publik atau ini semata
omong
kosong doank ?

Kliping : Forum Pembaca Kompas

Anggaran Pemilu 2009 Honorarium Peliputan Media Rp 1 Miliar

Arfi Bambani Amri, Suryanta Bakti Susila

VIVAnews - Komisi Pemilihan menganggarkan Rp 1,09 miliar untuk
honorarium peliputan media. Pos itu menjadi bagian dari mata anggaran
peliputan dan dokumentasi pemilu 2009 sebesar Rp 4,7 miliar.

Koordinator Politik Anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran, Roy Salam, menilai anggaran itu perlu direvisi. Menurut
dia, nilainya terlalu besar untuk pos kegiatan itu sehingga
berpotensi pemborosan.
"Honorarium peliputan sebesar 1,09 miliar itu untuk siapa. Kalau
untuk wartawan, tidak perlu. Karena media sudah punya alokasi
sendiri," kata Roy dalam jumpa pers di Media Center KPU, Jalan Imam
Bonjol, Jakarta, Kamis, 5 Februari 2009.

Roy juga sangsi anggaran sebesar itu untuk optimalisasi pelayanan di
media center. Buktinya, selama ini media center tidak menjadi garda
depan penyebaran informasi pemilu. "Malah, beberapa waktu lalu akses
masyarakat ke media center dibatasi," katanya.
Kliping : VIVAnews

--
erensdh